Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

KEANEKARAGAMAN HAYATI : SELAMATKAN TANAMAN OBAT KALIMANTAN DARI ANCAMAN KEPUNAHAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI : SELAMATKAN TANAMAN OBAT KALIMANTAN DARI ANCAMAN KEPUNAHAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI : SELAMATKAN TANAMAN OBAT KALIMANTAN DARI ANCAMAN KEPUNAHAN

Tanaman obat di hutan tropis Kalimantan terancam punah akibat maraknya alih fungsi lahan. Untuk itu, perlu upaya penyelamatan dari berbagai pihak.

Kekayaan tanaman obat di hutan Kalimantan tecermin dari penelitian tim dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, yang mengidentifikasi 208 spesies tanaman di hutan Kalimantan Barat. Sementara penelitian Borneo Nature Foundation mengidentifikasi lebih dari 200 jenis tanaman obat di Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Ironisnya, tanaman obat itu mulai sulit ditemukan karena hutan yang menjadi habitatnya banyak yang beralih fungsi menjadi perkebunan dan pertambangan. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar, deforestasi di Kalbar pada 2015-2016 mencapai 124.956 hektar atau hampir dua kali luas DKI Jakarta. Laju deforestasi Kalbar per tahun rata-rata 42.000 hektar.

Ancaman nyata alih fungsi lahan ini pernah dicatat Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan pada November 2016. Terjadi pengurangan jumlah spesies tumbuhan di hutan rawa gambut Punggualas, kawasan Taman Nasional Sebangau, Kabupaten Katingan, Kalteng.

Hasil penelitian tahun 2016 di Punggualas teridentifikasi 97 spesies tumbuhan yang termasuk ke dalam 70 marga dan 41 famili. Sebanyak 56 spesies di antaranya, yang masuk dalam 48 marga dan 30 famili, merupakan tumbuhan obat.

Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hasil studi Nugroho AW, peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam di Kalimantan Timur. Hasil penelitian yang dilakukan Nugroho di Taman Nasional Sebangau dan dipublikasikan pada 2012 mencatat ada 133 spesies penyusun hutan rawa gambut dan tumbuhan obat.

Pengajar dan peneliti tumbuhan obat Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Fathul Yusro, mengatakan, kekayaan biodiversitas di Kalimantan itu dalam ancaman alih fungsi lahan. Di beberapa wilayah di Kalbar yang hutannya sudah tidak ada, kekayaan biodiversitasnya jauh berkurang. Pada saat yang sama, kekayaan pengetahuan masyarakat akan tanaman obat juga terdegradasi atau bahkan terancam punah karena belum dibukukan.

Banyaknya hutan yang beralih fungsi juga membuat transfer pengetahuan antargenerasi terkait tanaman obat hutan terhambat. Sebab, hutan sebagai laboratorium pembelajaran sudah tidak ada.

Fathul berpendapat, ke depan perlu ada upaya melindungi tanaman obat dengan cara melindungi hutan yang masih ada. Selain itu, diperlukan pula upaya pembudidayaan tanaman obat, salah satunya dengan memanfaatkan lahan tidur.

Yeni Mariani yang juga pengajar dan peneliti tumbuhan obat Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura menambahkan, pengembangan tanaman obat perlu dilakukan melalui kolaborasi pengetahuan tradisional dan ilmiah.

Pemerintah daerah hendaknya mengetahui kekayaan tanaman obat di daerahnya dan mengakomodasi pengembangan tanaman obat itu.

Kepala Dinas Kehutanan Kalbar Marius Marcellus mengklaim telah berupaya melindungi hutan di Kalbar, salah satunya untuk melindungi tanaman obat.

Upaya perlindungan itu diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan. Isinya mewajibkan investasi menyediakan lahan konservasi seluas 7 persen dari total izinnya.

Sementara itu, upaya konservasi tanaman obat dalam beberapa tahun terakhir dilakukan di Kebun Raya Banua, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Saat ini, ada sekitar 270 spesimen atau sekitar 80 jenis tanaman obat Kalimantan yang dikonservasi. Tanaman obat tersebut umumnya berasal dari hutan di Kalsel.

”Dari hasil eksplorasi, masih banyak keanekaragaman hayati (tanaman obat) yang belum terselamatkan karena habitatnya berubah menjadi areal tambang ataupun perkebunan. Kami tetap berupaya menyelamatkan yang masih tersisa,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Kebun Raya Banua Agung Sriyono.(ESA/IDO/JUM/TAN)..................SUMBER, KOMPAS, KAMIS 14 MARET 2019, HALAMAN 19

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018