Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

KEANEKARAGAMAN HAYATI : SURGA TANAMAN OBAT YANG SEDANG SAKIT

KEANEKARAGAMAN HAYATI : SURGA TANAMAN OBAT YANG SEDANG SAKIT

KEANEKARAGAMAN HAYATI : SURGA TANAMAN OBAT YANG SEDANG SAKIT

Hutan Kalimantan bukan sekadar belantara, melainkan juga menyimpan ”harta” ribuan jenis tanaman obat. Sayangnya, ”surga” tanaman obat itu kini sakit, tergerus deforestasi yang masif.Hardias Sway (50) yang biasa dipanggil dukun kampung di Desa Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, berjalan melewati huma betang atau rumah panjang khas Dayak, Sabtu, 19 Januari 2019, pagi. Ia membawa perlengkapan berladang di dalam lanjung atau keranjang rotan miliknya.

Ada mandau atau parang, pisau kecil, dan sebungkus nasi serta sebotol air minum. Ia hendak menuju hutan kelola adat milik desa yang jaraknya sekitar 5 kilometer.

Begitu masuk hutan, tangan Sway tak bisa diam. Ia menjumput beberapa tanaman. Ia mencoba menjelaskan dengan suaranya yang nyaris berbisik. ”Ini untuk panas dalam. Yang menjalar di pohon itu bisa jadi obat panas tinggi untuk anak-anak. Di bawahnya itu bisa untuk sakit gigi,” katanya.

Beberapa tanaman obat yang ia ambil itu dimasukkan ke dalam tas keranjangnya. Beberapa hanya daun, sebagian lagi dicabut hingga ke akar-akarnya.

Salah satunya adalah tanaman yang disebut garu pancolak. Daunnya lebar dan panjang. Baik daun maupun batang semuanya berwarna hijau. Ketika daun atau batangnya dilukai, keluar cairan bening dan tidak lengket. ”Ini untuk sakit kepala. Tinggal direndam di air sungai, lalu ditempel di dahi,” kata Sway.

Warga desa percaya, Sway memahami berbagai jenis tanaman obat dan khasiatnya. Ia tak sekadar dukun kampung, tetapi juga mantan mantir atau pemimpin upacara adat.

Di belakang rumahnya, Sway juga membuat lahan percontohan (demonstration plot/demplot) tanaman obat. Beragam jenis tanaman tumbuh subur di demplot yang berukuran 5 meter x 5 meter itu. ”Yang tidak ada di rumah, saya cari di hutan, lalu tanam di rumah,” ujarnya.

Salah satu tanaman yang terkenal di demplot Sway adalah gambir (Uncaria gambir), yang merupakan obat diabetes dan diare. ”Daun yang agak tua direndam di sungai dua jam, lalu dijemur di terik matahari sampai kering dan warnanya berubah. Setelah itu, dihancurkan dan diseduh air panas,” katanya.

Selama perjalanan di hutan, Sway juga terus ”menyirih” daun gambir. ”Bisa bikin gigi kuat,” ujarnya. Setelah sekitar 3 kilometer berjalan di hutan, Sway sampai di lokasi pembukaan lahan sawit milik perusahaan.

Luas yang dibuka lebih kurang 3.000 hektar. Pohon-pohon meranti yang panjangnya 30-40 meter tergeletak di tanah. Sejauh mata memandang, tiada pohon yang berdiri tegak. Semua merebah, kaku, mati.

Di tempat ini, Sway dan semua masyarakat adat Laman Kinipan mulai sendu. Mereka tak pernah menyangka hutan tempat berburu, mencari babi hutan atau rusa, hilang.

Sway lebih sedih karena lokasi yang dibuka merupakan tempat ribuan tanaman obat yang tumbuh subur dan liar. Tempat ia mencari bahan ramuan untuk mengobati warga yang mengeluh sakit kepada dirinya.

Maklum, puskesmas di desanya jarang didatangi perawat, apalagi dokter. Dukun menjadi andalan warga. Proses pengobatan juga melalui banyak cara. Proses pengobatan dengan cara tradisional beragam, rata-rata tanaman direbus atau ditumbuk.

Namun, Sway dan dukun kampung lainnya menggunakan bumbu spiritual untuk mengobati warga. Bagi warga Kinipan, pohon-pohon beserta isi lainnya di dalam hutan adalah sumber kehidupan. Tak sedikit warga menjadikan hutan sebagai mata pencarian yang dipakai untuk menyekolahkan anak dan sebagainya.

Pengetahuan
Hutan juga merupakan sumber pengetahuan. Secara historis, masyarakat Dayak menggunakan tumbuhan dalam kegiatan spiritual, untuk obat-obatan, makanan, dan pembuatan perkakas. Hal itu membuat ketergantungan masyarakat terhadap kekayaan botani cukup tinggi.

Beberapa tanaman selalu digunakan dalam perayaan adat Dayak. Dawen sawang atau daun andong (Cordyline fruticosa l. a. cheva), misalnya, yang digunakan dalam upacara hinting pali, untuk membuat batas menolak bala di ladang.

Direktur Pelaksana Borneo Nature Foundation (BNF) Bernat Ripoll mengatakan, berdasarkan hasil penelitian di hutan rawa gambut kawasan Taman Nasional Sebangau,sedikitnya ada 200 spesies tanaman obat. Sekitar 100 spesies di antaranya hidup di hutan primer. Dari penelitian BNF, pengetahuan tanaman obat diturunkan dari generasi tua kepada generasi muda.

Suku Dayak telah belajar fungsi tumbuhan sebelum mengenal ilmu pengetahuan Barat dan obat-obatan yang diproduksi massal. Pengetahuan itu masuk dalam sendi-sendi tradisi dan upacara adat. Menurut Bernat, pengetahuan itu harus diakui dan dihargai agar budaya lokal tetap hidup. Cara paling tepat adalah menyusun strategi konservasi yang baik.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pernah membentuk tim lintas sektoral untuk melestarikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan jenis-jenis tanaman obat. Penelitian itu penting bagi pengetahuan dan eksistensi tradisi Dayak.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti menyatakan, pelestarian terus dilakukan demi kepentingan kesehatan masyarakat. ”Tak hanya untuk konsumsi obat, tetapi juga untuk pelestarian plasma nutfah dan riset obat modern serta tradisional,” katanya.

Melestarikan hutan Kalimantan sama dengan menjaga kebudayaan Dayak yang kaya akan pengetahuan alam. Meski surga keanekaragaman itu sedang sakit karena masifnya deforestasi, upaya untuk menyembuhkan hutan perlu terus dimunculkan..............SUMBER, KOMPAS, RABU 13 MARET 2019, HALAMAN 1

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018