Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

HARI PEDULI SAMPAH : PERILAKU WARGA BELUM TERSENTUH

HARI PEDULI SAMPAH : PERILAKU WARGA BELUM TERSENTUH

HARI PEDULI SAMPAH : PERILAKU WARGA BELUM TERSENTUH

Sejumlah program yang dilakukan pemerintah daerah dalam menangani sampah belum efektif mengubah perilaku warga. Selain edukasi, dibutuhkan regulasi yang jelas dan tegas dari pemerintah daerah. Tanpa menyentuh perilaku warga, masalah sampah akan sulit dituntaskan.

Di Jakarta, misalnya, dari sekitar 1.400 bank sampah yang sudah ada baru mampu mengolah sammpah sekitar 90 ton per hari. Jumlah ini masih jauh dari volume harian sampah Jakarta yang mencapai sekitar 7.400 ton per hari.

“Partisipasi warga belum menyeluruh. Memang ada yang baru berjalan, ada yang sudah bagus sekali. Tapi bagi saya tidak apa-apa, karena bank sampah adalah cikal-bakal membentuk perilaku warga memilah sampah ke depannya. Masih banyak masyarakat yang belum ikut bank sampah saat ini karena merasa belum penting,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji di Jakarta, Rabu (20/2/2019).

Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, perubahan perilaku warga terhadap sampah merupakan kunci dari keberhasilan mengurangi sampah dari sumbernya. Untuk itu, pemerintah perlu membangun perilaku tersebut dengan memberikan regulasi yang jelas.

Menurut Ujang, dibandingkan lima tahun lalu, saat ini kepedulian masyarakat untuk mengurangi sampah sebenarnya sudah sangat baik. Contohnya pada survei kebijakan pembatasan kantong plastik sekali pakai 2018, sekitar 82 persen dari 10.000 orang yang ikut survei setuju dengan kebijakan itu. Sekitar 92 persen masyarakat siap membawa kantong belanja sendiri.

Hal ini menunjukkan sebenarnya masyarakat sudah siap untuk mengubah perilaku terhadap sampah. Hal ini perlu disambut dengan regulasi yang tegas dan jelas serta infrastruktur dari pemerintah.

“Ada dua strategi dalam membentuk perilaku warga, yaitu dengan edukasi dan regulasi demi sesuatu yang lebih baik,” katanya.

Ujang memberi contoh salah satu daerah yang berhasil mengubah perilaku warga terhadap sampah terlihat dari kebijakan pembatasan kantong plastik di Banjarmasin dengan memberlakukan pembatasan kantong plastik sekali pakai. Regulasi ini tidak menimbulkan gejolak sosial maupun penolakan dari masyarakat. Sebaliknya, warga Banjarmasin menjadikan pengurangan plastik sekali pakai sebagai bagian dari identitas lokal serta bangga karena daerahnya merupakan daeraha yang pertama menerapkan regulasi tersebut.

Di Jakarta, peraturan gubernur untuk membatasi pemakaian plastik sekali pakai masih terus digodok. Jakarta sebenarnya sudah mempunyai peraturan daerah yang mengharuskan penyediaan kantong belanja ramah lingkungan sejak enam tahun terakhir, namun penerapannya belum efektif.

Sejumlah upaya tersebut adalah gerakan bank sampah di tingkat RW, pengolahan limbah elektronik (e-waste), pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di tempat pembuangan sampah terpadu, instalasi pembuatan pupuk kompos (composting) dan pembangunan insinerator yang membakar sampah untuk pembangkit listrik atau intermediate treatment facility (ITF). ITF digadang-gadang sebagai pengelolaan sampah Jakarta di masa mendatang yang tidak lagi membuat sampah menumpuk seperti saat ini.

Limbah elektronik

Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta merupakan satu-satunya instansi pemerintahan daerah yang menyediakan pembuangan limbah elektronik secara khusus. Layanan yang dirintis sekitar 1,5 tahun terakhir ini mengambil sampah elektronik dari warga yang akan dikelola secara khusus.

Untuk itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sudah mempunyai kontrak dengan perusahaan swasta yang sudah mempunyai sertifikat untuk mengolah limbah elektronik dan limbah bahan berbahaya dan beracun. “Limbah elektronik ini mempunyai racun yang berbahaya, sehingga memang seharusnya dikelola secara khusus,” kata Isnawa.

Layanan kotak khusus limbah elektronik ini disediakan di hari bebas kendaraan setiap Minggu pagi. Warga juga bisa mengumpulkan limbah elektronik secara kolektif selanjutnya menghubungi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta untuk pengambilan.

Akan tetapi, upaya ini lagi-lagi terbentur minat warga yang masih rendah untuk memanfaatkannya. Salah satunya karena belum tersosialisasikannya layanan ini. “Masyarakat pengguna layanan ini memang masih sangat kecil,” kata Isnawa.

Untuk tahun ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tengah mengejar target pengurangan sampah dengan mengurangi pemakaian sampah plastik sekali pakai. Peraturan gubernur untuk membatasi plastik sekali pakai ini terus digodog. Uji publik dilakukan dalam pekan ini.

Sebagai catatan, sampah plastik menempati posisi kedua terbanyak setelah sampah sisa makanan. Jakarta menghasilkan sampah plastik rata-rata 14 persen dari total volume sampah harian sekitar 7.400 ton. Artinya, setiap hari Jakarta menghasilkan setidaknya 1.036 ton sampah plastik per hari atau sekitar 378.140 ton per tahun.

Khusus kantong plastik sekali pakai (kresek), Jakarta menghasilkan 1.800-2.400 ton kantong belanja plastik per tahun atau sekitar 240-300 juta lembar kantong belanja plastik. Jumlah ini mampu memenuhi 124 bus transjakarta......................SUMBER, KOMPAS, KAMIS 21 FEBRUARI 2019, HALAMAN 14

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018