Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

ANTISIPASI KEBAKARAN BELUM MAKSIMAL

ANTISIPASI KEBAKARAN BELUM MAKSIMAL

ANTISIPASI KEBAKARAN BELUM MAKSIMAL

Antisipasi kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah dinilai belum optimal. Fasilitas pendukung, seperti sumur bor, belum berfungsi dengan baik. Tercatat lahan gambut seluas 451,08 hektar di Kalteng terbakar selama 2018.

”Mungkin jumlah titik apinya menurun selama tiga tahun terakhir, tetapi bukan tidak ada (kebakaran lahan). Masih masif. Kami lihat banyak fasilitas pendukung yang belum berfungsi dengan baik,” kata Koordinator Save Our Borneo (SOB) Safrudin Mahendra, Senin (18/2/2019, di Palangkaraya.

Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, Badan Restorasi Gambut telah membuat 627 sekat kanal dari target 1.350 unit. Sumur bor baru dibuat 782 unit dari target 3.600 unit. Kemudian, baru dibuat tiga titik penimbunan kanal dari target 15 titik (Kompas, 6 Desember 2018).

Keberadaan sumur bor dan sekat kanal merupakan upaya untuk menjaga agar lahan gambut tidak sampai terbakar, baik di lahan negara maupun konsesi. Namun, kenyataannya pada 2018 masih terdapat lahan konsesi yang terbakar.

Menurut Safrudin, kebakaran akan terus terjadi selama penegakan hukum dan komitmen pemerintah untuk menjaga hutan dan lahan masih rendah.

Kepala Subbidang Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kedaruratan Kalteng Alpius Patanan mengungkapkan, pihaknya bersama tim gabungan dari berbagai instansi sudah membentuk kelompok-kelompok masyarakat agar lebih peduli dan sadar akan bahaya kebakaran lingkungan.

”Kelompok-kelompok ini akan terus kami lengkapi peralatan yang memadai sehingga dapat melakukan upaya pencegahan kebakaran karena masyarakat paling dekat dengan lahan dan hutan,” katanya.

Koordinator Bidang Masyarakat dan Sustainable Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalteng Suto Suwahyo mengungkapkan, dari 102 perusahaan perkebunan sawit di Kalteng yang menjadi anggota Gapki, sudah tidak ada yang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

Saat ini anggota Gapki juga diwajibkan memiliki sarana dan prasarana untuk mencegah kebakaran di lahan konsesi milik masing-masing dan lahan sekitar konsesi.

Patroli di Kalbar
Sejumlah pemangku kebijakan di Kalimantan Barat mulai mengambil langkah pencegahan kebakaran lahan. Pencegahan itu dilakukan dengan meningkatkan patroli di 182 desa yang rawan kebakaran lahan.

Koordinator Manggala Agni Kalbar Sahat Irawan Manik menuturkan, patroli dilakukan di daerah-daerah yang rawan kebakaran, seperti Kabupaten Mempawah, Landak, Sambas, Bengkayang, Kayong Utara, Ketapang, Kapuas Hulu (Putussibau), dan Sanggau.

Selain patroli, Mangga Agni juga melakukan uji coba demplot, membuka lahan tanpa bakar. Uji coba itu dilakukan kepada para petani di Desa Rasau Jaya Umum dan Rasau Jaya II, Kubu Raya. Sebab, di daerah itu terdapat lahan gambut yang rawan terbakar. Dari 1,7 juta hektar lahan gambut di Kalbar, yang terbanyak salah satunya di Kubu Raya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar TTA Nyarong mengatakan, Pemerintah Provinsi Kalbar juga telah menetapkan status siaga darurat bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dari 12 Februari hingga Desember. Penetapan status itu menjadi dasar satuan tugas untuk bekerja secara maksimal.

Masyarakat peduli api juga sudah bersiaga di desa masing-masing. Ada 15 desa yang memiliki masyarakat peduli api dari 182 desa yang rawan kebakaran lahan. Merekalah yang menjadi ujung tombak di desa-desa dalam pencegahan.

Siaga di Palembang
Potensi kebakaran lahan di Sumatera Selatan, terutama di lahan konsesi perkebunan, dinilai masih cukup besar. Namun, penetapan status siaga kebakaran hutan dan lahan masih menunggu hasil prediksi dari BMKG.

Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Sumsel Nandang Pangaribowo mengatakan, musim kemarau di Sumsel biasa terjadi pada Juni-September. Puncaknya terjadi Agustus, September, dan Oktober. Untuk kondisi saat ini, prakiraan resmi akan dikeluarkan Maret dan April 2019.

Dari hasil pemantauan lapangan petugas Manggala Agni, kebakaran lahan di wilayah Sumsel tahun 2018 mencapai 526,57 hektar. (IDO/ESA/RAM).............SUMBER, KOMPAS, SELASA 19 FEBRUARI 2019, HALAMAN 16

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018