Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

BAHAYA LUBANG BEKAS TAMBANG

BAHAYA LUBANG BEKAS TAMBANG

BAHAYA LUBANG BEKAS TAMBANG

Dalam rentang waktu tujuh tahun, 2011-2018, sudah 32 nyawa melayang karena tewas tenggelam di bekas lubang galian tambang batubara.  Masifnya aktivitas tambang batubara baik resmi maupun ilegal menyisakan ribuan lubang bekas tambang di Indonesia.

Pemerintah dan perusahaan tambang dinilai abai dengan kondisi ini. Lubang bekas tambang berbahaya karena kedalamanya dan juga karena tak dipasangi papan penanda. Selain itu, hasil investigasi Kompas juga menunjukkan, air dalam lubang itu mengandung logam berat seperti mangan dan besi, di atas ambang batas aman. Jika dikonsumsi, air dalam bekas lubang tambang dapat membahayakan kesehatan.

Hasil uji laboratorium atas sampel air dari lubang bekas tambang batubara yang menyerupai danau di Kelurahan Rapak Dalam, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda, Kalimantan Timur mengungkapkan terdapat kandungan logam berat di atas ambang batas yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

Ambang batas kualitas air bersih juga diatur Permenkes No.32/2017 tentang Standar Baku Mutu Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, solus per aqua, dan Pemandian Umum. Dalam permenkes, higiene sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan kualitas air minum.Sampel air  diambil di lubang bekas tambang batubara di Kelurahan Rapak Dalam Kota Samarinda, tempat jatuhnya Nurul Huda Aulia (11) yang berakhir tewas tenggelam pada 20 November 2018. Nurul merupakan korban ke-32 yang tewas di lubang bekas tambang.

Pada sampel tersebut ditemukan logam berat seperti  mangan, besi, merkuri, kromium, kobalt, seng, arsenik, selenium, kadmium, barium, timbal, dan thalium. Dari seluruh logam berat tersebut, kandungan mangan dan zat besi jauh melampaui ambang batas.

Kandungan mangan (Mn) pada sampel air pertama mencapai 9,21 mikogram per liter. Jumlah tersebut 18 kali lipat lebih besar dari ambang batas maksimal air bersih yaitu 0,5 mikrogram per liter.

Kandungan besi (Fe) pada sampel air tersebut mencapai 3,27 mg/liter. Jumlah tersebut lebih dari tiga kali lipat dari ambang batas maksimal air bersih yang hanya 1,0 mg/liter. Selain itu, derajat keasaman (pH) air di danau tersebut mencapai 2,76 yang berarti konsentrasinya sangat asam.

Pada Mei 2016, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) juga mengambil 17 sampel air dari lubang bekas tambang dan saluran irigasi yang berbeda di wilayah Kalimantan Timur. Hasilnya, enam sampel air mengandung besi yang melampaui ambang batas air bersih dan tujuh sampel air memiliki kadar mangan yang melebihi batas kualitas air bersih.

Mengganggu kesehatan
Ahli Biokimia dan Toksikologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Hasim menilai, air pada bekas tambang yang mengandung logam berat sebaiknya tidak dikonsumsi oleh manusia dan tidak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Hasim mengatakan, mengonsumsi air yang mengandung logam berat dapat mengganggu kesehatan secara kronis. “Air yang mengandung mangan dan besi dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga mudah lelah serta dapat mengalami kanker,” tutur Hasim, saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/12/2018).

Menurut Hasim, air tersebut juga dapat merusak padi. Apabila seseorang mengonsumsi padi yang tercemar, maka logam berat tersebut juga akan masuk ke dalam tubuhnya. Padahal, air lubang bekas tambang di Kelurahan Rapak Dalam juga mengalir ke sawah warga. Tampak air berwarna kemerahan di tepi saluran irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah warga.

Hasim menyebutkan, air dari lubang bekas tambang tetap tidak layak digunakan untuk keperluan sehari-hari maupun mengairi sawah meskipun kadar logam berat di danau tidak melampaui ambang batas kualitas air bersih. Sebab, endapan air bekas lubang tambang tetap berpotensi menggangggu kesehatan.

Ironisnya, banyak air lubang bekas tambang di Kaltim yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi pertanian setelah keberadaan tambang menghilangkan sumber air bersih mereka. “Kalau tidak dari air kolam tambang, terus air untuk sawah darimana lagi?” kata Komari (70), petani di Kelurahan Makroman, Kota Samarinda. Sawah di Makroman dikepung tambang batubara.

Di Desa Bukit Raya, Kutai Kartanegara, air dari lubang bekas tambang tidak hanya untuk mengairi sawah dan air bersih bagi warga setempat dan sekolah tetapi juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan lele. “Banyak juga warga yang memancing ikan ke danau itu,” kata Mawardi (34), warga setempat.

Peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Budi Haryanto mengatakan, air yang terkontaminasi dengan logam berat akan berakibat buruk bagi kesehatan manusia apabila terjadi kontak. Pintu masuk logam berat itu dapat melalui mulut, udara, dan kulit.

Air tersebut akan sangat berbahaya apabila masuk lewat mulut akan menyebabkan penyakit kronis jangka panjang. Mereka biasanya menyerang susunan saraf pusat, seperti gangguan reproduksi, gangguan pembentukan sel darah, ginjal, dan kanker.

Keracunan mangan dapat berakibat pada kerusakan saraf dan sakit pernapasan seperti bronkitis. Adapun keracunan besi dalam air dapat berdampak pada gangguan hati dan gangguan ginjal.

Selain itu, logam berat dapat menyerang saraf yang mengakibatkan autis. Adapun waktu orang terserang penyakit akibat logam berat jangka waktunya berbeda-beda, tergantung dari kerentanan seseorang terhadap penyakit.

“Kalau gizinya baik, seseorang baru akan terkena penyakit itu setelah 50 sampai 30 tahun, jika rentan terkena penyakit, maka hanya dalam waktu lima tahun, ia akan menderita penyakit tersebut,” tutur Budi.

Untuk mengatasi permasalahan air yang terkontaminasi dengan logam berat, Budi menyarankan, agar sumber logam berat tersebut segera diperbaiki melalui reklamasi atau airnya diremediasi.

Korban tewas
Berdasarkan catatan Jatam menggunakan data citra satelit, terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 1.735 lubang tambang batubara berada di Kaltim. Lubang itu lebih menyerupai danau yang berukuran mulai dari ratusan meter persegi hingga puluhan hektar.

Namun, merujuk data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur per 2018, terdapat 539 lubang bekas tambang di seluruh wilayah Kaltim. Kebanyakan lubang bekas tambang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (264 lubang bekas tambang) dan Kota Samarinda (130 lubang bekas tambang).

Terhitung sejak 2011 – 2018, terdapat 32 korban tewas di dalam lubang bekas tambang yang seluruhnya ada di Kaltim. Hampir seluruh lubang bekas tambang yang tidak direklamasi tersebut tidak dipasang plang tanda bahaya bagi warga.Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Timur Wahyu Widi mengatakan, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimatan Timur Wahyu Widi mengungkapkan, sekitar 10 persen dari seluruh lubang-lubang seharusnya direklamasi oleh perusahaan. Namun, perusahaan-perusahaan itu abai menunaikan kewajibannya.

Ia menambahkan, penanganan kasus lubang bekas tambang saat ini masih terkendala regulasi.”Hingga kini, belum ada peraturan gubernur yang mengatur sanksi perusahaan yang mengabaikan reklamasi,” kata Wahyu.

Secara terpisah, Gubernur Kaltim Isran Noor mengaku heran dengan jatuhnya korban jiwa akibat lubang bekas tambang. “Heran juga aku. Jangan-jangan ada hantunya. Kok banyak korban anak-anak,” ujar Isran Noor tanpa menyinggung sanksi kepada perusahaan. Sebelumnya, Isran Noor malah menyebut adanya korban jiwa di lubang bekas tambang merupakan takdir.

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung mengatakan, jika perusahaan abai terhadap reklamasi pascatambang dengan meninggalkan banyak bekas lubang tambang menganga maka pemerintah daerah dapat melakukan reklamasi dengan memanfaatkan dana jaminan reklamasi yang sudah dibayarkan perusahaan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, perusahaan harus menutup lubang bekas tambang paling lambat 30 hari setelah tidak ada kegiatan pertambangan.Koordinator Jatam Merah Johansyah menilai, seharusnya pemerintah memberikan sanksi terhadap perusahaan yang abai dengan reklamasi. Adanya pembiaran terhadap perusahaan yang melanggar mengindikasikan adanya dugaan korupsi terhadap dana jaminan reklamasi maupun pemberian izin tambang. “Kita minta agar moratorium izin tambang dilakukan. Apalagi ini menjelang tahun politik yang dikhawatirkan menjadi bancakan untuk biaya politik,” kata Merah......................SUMBER, KOMPAS,  SELASA 18 DESEMBER 2018, HALAMAN 1

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018