Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

DAS KRITIS, WASPADAI BANJIR

DAS KRITIS, WASPADAI BANJIR

DAS KRITIS, WASPADAI BANJIR

BOGOR, KOMPAS – Kerusakan lahan di hampir seluruh daerah aliran sungai membawa konsekuensi meningkatnya potensi bencana banjir dan longsor saat sebagian besar daerah memasuki musim hujan seperti saat ini. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah rawan dan memiliki catatan historis bencana agar waspada karena bencana hidrometeorologis tersebut bisa terjadi berulang.

Total ada 17.000 daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia. Dari jumlah itu, 108 DAS prioritas ditangani karena kritis, sebanyak 15 DAS prioritas ditangani dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)  2015-2019. Adapun total luas lahan DAS yang kritis  sekitar 14 juta hektar (ha). Lahan DAS kritis terluas ada di Sumatera Utara seluas 1,33 juta ha, disusul Kalimantan Barat seluas 1,01 juta ha.

Dalam sepekan ini,  hujan yang terjadi di Pulau Sumatera menyebabkan banjir di Padang, Sumatera Barat. Kemudian, pada  Selasa (6/11/2018), saat guyuran hujan  deras terjadi di sebagian Pulau Jawa, banjir juga terjadi di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat. Sumatera  sudah terlebih dahulu memasuki musim hujan, dan saat ini intensitasnya masih tinggi. Adapun Jawa baru mulai memasuki musim hujan.

“Banjir seperti ini kan pengulangan tahun lalu dan tahun lalunya juga. Seperti di Padang dan  Tasikmalaya. Sebagian besar ya (berpotensi) terjadi lagi,” kata Ida Bagus Putera Parthama, Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Pertemuan Forum DAS Tingkat Nasional, Kamis (8/11/2018) di Bogor.

Putera mengatakan, lahan kritis membuat tebing-tebing menjadi rawan longsor dan erosi tanah. Terlepasnya material tanah ke sungai menyebabkan sedimentasi sehingga menurunkan kapasitas volume daya tampung badan sungai.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, (BNPB), sebanyak  274 kabupaten atau kota di Indonesia termasuk area bahaya sedang hingga tinggi dari longsor. Jumlah warga terpapar dari bahaya itu sebanyak 40,9 juta jiwa. Beberapa daerah rawan longsor antara lain sepanjang Bukit Barisan di Sumatera, Jawa bagian tengah dan selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Potensi banjir tinggi

Untuk potensi banjir, berdasarkan Peta Prakiraaan Potensi Banjir November 2018 yang disusun Badan Metorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; serta Badan Informasi Geospasial pada 10 Oktober 2018, sejumlah daerah yang tidak memiliki potensi banjir tinggi adalah Bangka Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan (kecuali Kalimantan Barat), Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Daerah-daerah lainnya mempunyai potensi banjir tinggi dan sedang. November ini, daerah-daerah yang berpotensi banjir tinggi adalah Aceh (11 kabupaten), Sumatera Utara (7 kabupaten/kota), Sumatera Barat (5 kabupaten/kota), Riau dan kepulauan Riau (Kabupaten Rokan Hilir), Jambi (3 kabupaten/kota), serta Bengkulu dan Kalbar masing-masing 2 kabupaten.

Deputi Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo mengatakan, peta tersebut sebagai informasi awal untuk meningkatkan kewaspadaan. Data curah hujan di dalamnya bersifat jangka panjang dan bukan bersifat harian. Pada konteks banjir di Tasikmalaya, katanya, potensi hujan lebat masih terbuka hingga dua hari mendatang.

Ia menyebutkan, saat ini terdapat aktivitas cuaca dari Samudera Hindia dengan pertumbuhan cukup banyak dan luas serta merambat ke timur atau ke wilayah Indonesia. Ini meningkatkan potensi hujan di wilayah Kalimantan bagian barat dan Kalimantan bagian utara. Selain itu, wilayah pantai barat Sumatera, pantai barat Kalimantan, Sumatera bagian selatan (termasuk Lampung dan Jawa bagian barat) pun mengalami hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi.

“Untuk aktivitas Samudaera Hndia ini juga periodik muncul 40-60 hari muncul lalu muncul lagi,” kata Mulyono. Karena itu, hingga pertengahan November ini diprediksi hujan masih berlangsung sering akibat fenomena tersebut.

Masih kering

Ia mengatakan, hingga kini belum seluruh wilayah Indonesia memasuki musim hujan. Di wilayah Jawa Tengah bagian timur dan Jawa Timur bagian timur hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) masih terdapat daerah yang beberapa hari belum turun hujan. Ada pula wilayah NTT seperti Sumba, Rote, Kupang, dan Timor yang 30-60 hari belum pernah turun hujan.

Mulyono mengatakan, musim hujan akan berlangsung hingga Maret dengan puncaknya pada Januari-Februari 2019. “Puncak ini pun berbeda-beda tiap daerah sesuai kondisi lingkungan setempat. Kondisi topografi-orografis juga memengaruhi,” kata dia.

Ia mencontohkan daerah Jakarta bagian selatan beserta Depok dan Tangerang yang saat ini sudah sering turun hujan deras, tetapi hanya gerimis di Jakarta Pusat dan Utara. Meski demikian, ia meminta daerah-daerah pada dataran rendah ini juga waspada akan hujan di selatan/sekitar yang membawa air kiriman.

Selain itu, kehadiran bulan purnama dan bulan mati yang cenderung membuat laut mengalami pasang tinggi juga berperan menyebabkan genangan. Ini karena air dari darat/sungai tak bisa terbuang ke laut.

Bulan purnama dalam waktu dekat diperkirakan terjadi pada tanggal 22-23 November dan 20 Desember, dan bulan mati 5 Desember 2018. Pada saat-saat itu Jakarta Pusat dan Jakarta Utara telah sering hujan sehingga tanah jenuh air, sehingga limpasan air yang menyebabkan genangan bisa terjadi serta bisa diperparah dengan rob akibat daya tarik gravitasi bulan purnama.......................SUMBER, KOMPAS, JUMAT 9 NOPEMBER 2018, HALAMAN 14

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018