Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

HILIRISASI SUMBER DAYA ALAM

HILIRISASI SUMBER DAYA ALAM

HILIRISASI SUMBER DAYA ALAM

Hilirisasi sumber daya alam memiliki makna suatu upaya peningkatan nilai tambah SDA melalui proses pengolahan SDA dalam suatu industri manufaktur.

Mata rantai nilai mulai dari penyediaan bahan baku dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan penambangan, diolah hingga menjadi barang jadi. Sawit diproses  menjadi minyak sawit, minyak goreng, mentega, fatty acid, atau produk turunan lainnya. Bijih bauksit menjadi  alumina, aluminium, lembaran aluminium, kaleng, dan turunan lainnya. Gas bumi menjadi amoniak, pupuk, dan banyak turunan lainnya seperti plastik dan bahan tekstil.

Komoditas hasil sumber daya alam (SDA), bahkan juga produk industri dasar, seperti logam dan minyak sawit, rentan akan terkena gejolak  harga. Biasanya semakin ke hilir produk industri semakin tinggi harganya dan semakin jauh terkena dampak fluktuasi harga pasar. Contohnya minyak goreng dan mentega tiga sampai empat kali lebih mahal dari harga minyak sawit, dan harganya stabil, bahkan naik. Sering kali negara  yang mengandalkan produksi dan ekspor komoditas seperti produk agro dan mineral  sangat sulit memprediksi  penerimaan negara dan dapat menjadi hambatan pertumbuhan ekonomi. Harga komoditas sangat dikontrol pasar dunia, sedangkan produk hilir, apalagi  barang jadi, sangat ditentukan keinginan konsumen.

Ada beberapa faktor yang dapat mengontrol harga pasar komoditas, di antaranya pertumbuhan ekonomi dunia dan munculnya negara kekuatan ekonomi baru seperti China yang sangat haus bahan baku, sangat memengaruhi pasokan (supply) dan permintaan (demand) komoditas. Negara industri kian efisien menggunakan bahan baku serta temuan teknologi yang menggantikan fungsi jenis komoditas tertentu. Kompetisi dengan komoditas lain seperti kacang kedelai dan bunga matahari sebagai kompetitor sawit. Demikian pula perilaku pasar finansial yang melakukan perdagangan berjangka (future trading) dapat memengaruhi harga komoditas.

Indonesia memiliki beragam jenis  sumber daya hayati, seperti sawit, karet, cokelat, kopi, dan ikan, serta sumber daya nonhayati seperti minyak bumi, gas bumi, mineral, dan batubara. Beberapa jenis SDA telah menjadi ikon ekspor Indonesia, seperti minyak sawit produksi dan ekspor terbesar di dunia, karet nomor dua, dan cokelat nomor tiga di dunia. Beberapa jenis sumber daya seperti  kayu, sawit, bijih nikel, dan timah memiliki  keunggulan komparatif. Keunggulan Indonesia lainnya adalah memiliki pangsa pasar yang besar di kawasan Asia setelah China sehingga menjadi sasaran pasar produk negara di kawasan ini. Dengan pangsa pasar besar, kesempatan melakukan hilirisasi, yaitu membangun industri berorientasi konsumen dengan berbasis SDA yang sangat terbuka luas, dan peluang untuk menjadi industri yang kompetitif sangat besar.

Kontradiksi

Hilirisasi SDA bukan hal baru. Pada 1985 Indonesia mulai melarang ekspor kayu gelondongan. Buah hasil kebijakan ini, investasi masuk ke Indonesia, melahirkan sekitar 110 pabrik kayu lapis dari 22 pabrik dalam lima tahun, dan bahkan telah mengancam industri kayu di negara lain. Dalam industri pertambangan, pemegang kontrak karya pertambangan tak diperkenankan mengekspor atau menjual mineral mentah, semuanya harus diolah di dalam negeri.

Hal ini dipertegas dengan UU Pertambangan Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009  yang menempatkan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral dan batubara di dalam negeri, alias melarang ekspor mineral mentah. Lebih luas lagi UU Perindustrian No 3/2014 dapat melarang ekspor komoditas SDA. Sebelum larangan ekspor mineral mentah dimulai 2014, produk nikel hanya 90.000 ton. Angka ini dicapai lebih dari 30 tahun. Saat ini produksi total nikel 280.000 ton, artinya ada tambahan 190.000 ton hanya dalam lima tahun. Bahkan, pada tahun 2017 pertama kali berdiri industri baja tahan karat.

Demikian pula terdapat tambahan smelter alumina sebagai bahan baku smelter aluminium. Nilai dari produk smelter diperoleh 5-6 kali dari sekadar menjual mineral bijih. Riset dalam ilmu dan teknologi pengolahan mineral tumbuh di berbagai lembaga riset dan perguruan tinggi serta swasta. Sangat disayangkan pemerintah membuka keran ekspor, berakibat Indonesia kehilangan pangsa dalam produksi nikel dunia  bernilai 1 miliar dollar AS tahun 2017 dan 2018. Pasokan bahan baku dari Indonesia telah mendorong pertumbuhan produksi nikel di China hingga akhir 2018 diperkirakan 25 persen. Perusahaan ragu-ragu membangun smelter karena khawatir jaminan pasokan bahan baku, atau menunda pembangunansmelter. Nikel bukan hanya untuk baja, melainkan juga bahan baku baterai.

Kebijakan ekspor sangat bertolak belakang  dengan rencana  pemerintah  mengembangkan industri mobil listrik yang memerlukan bahan baku nikel dan kobalt untuk baterainya. Setidaknya Indonesia dapat mengambil posisi strategis global, menjadi tempat industri penghasil  bahan baku baterai dan baterai yang saat ini sangat dibutuhkan oleh industri baterai dan mobil listrik di banyak negara.

Tantangan ke depan

Pendapatan domestik bruto nonmigas-batubara Indonesia terutama disumbang dari makanan dan minuman, khususnya produk industri turunan sawit dan industri lain serta komoditas pertanian, yang telah melebihi kontribusi migas. Kemampuan kita mengolah SDA menempatkan  industri manufaktur memiliki pangsa PDB cukup signifikan, yaitu 20,2 persen pada tahun 2017, dengan pertumbuhan sebesar 4 persen. Sebesar 70 persen ekspor Indonesia merupakan hasil pengolahan.

Tantangan saat ini, walaupun kontribusi ekspor hasil pengolahan tinggi, bahan baku sebagian besar masih diimpor, seperti bahan baku dan mesin untuk industri otomotif, elektronik, logam dasar, kimia, dan tekstil. Dengan demikian, jelas bahwa tantangan pemerintah saat ini adalah menggantikan bahan baku impor dan  barang modal, meningkatkan ekspor dan meningkatkan investasi. Apabila Indonesia ingin menargetkan naik dari peringkat ke-16 menjadi ke-10 di G-20, seperti dinyatakan pemerintah, kontribusi industri pengolahan dituntut 25 persen PDB.

Apa yang harus dilakukan Indonesia saat ini dan ke depan? Pertama, memperkuat kebijakan pemanfaatan SDA seperti agro, mineral, dan gas alam merupakan bagian dari kebijakan industri pemerintah dalam rencana industri strategis nasional (RIPIN) yang memuat tahapan hilirisasi. Kedua, untuk jenis SDA yang memiliki keunggulan komparatif seperti sawit dan logam nikel  harus dikembangkan industri unggulan di semua mata rantai nilai tambahnya, termasuk membangun industri barang modal dan jasa. Industri unggulan strategis seperti bioenergi, di antaranya biodiesel 100 persen, yang meningkat kebutuhannya, harus menjadi perhatian serius. Dalam pengembangan industri energi  seperti panas bumi dan gas bumi, industri barang modal didorong untuk dibangun di Indonesia.

Ketiga, perlu dikembangkan industri dasar dan menengah penghasil bahan baku untuk memasok industri, seperti otomotif dan tekstil, yang memproduksi barang jadi yang sangat besar diserap pasar dalam negeri. Keempat, mengembangkan nilai tambah komoditas SDA unggulan selain sawit seperti karet dan menempatkan dalam mata rantai nilai tambah global. Kelima, kebijakan pemerintah tentang vokasi sangat tepat harus berlanjut, menciptakan tenaga kerja terampil yang disesuaikan dengan karakteristik potensi lokal industri seperti jenis SDA yang dominan.

Penguatan teknologi dan inovasi industri pengolahan adalah suatu tuntutan. Pemanfaatan 4.0 yang dicanangkan pemerintah di industri makanan, tekstil, elektronik, otomotif, dan kimia dalam rangka meningkatkan produktivitas perlu didukung dan diwujudkan. Tak kalah penting digital teknologi tak hanya di sektor manufaktur, tetapi juga di sektor SDA seperti penerapan smart farming seperti plant factory, smart mining, dan smart fishing.

Hilirisasi sejalan dengan mandat UUD 1945 bahwa negara harus terus meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial dari kehadiran sumber daya  buminya. Hilirisasi juga berarti mensyukuri pemberian Yang Mahakuasa dan menjadikan kita sebagai bangsa yang bermartabat.

R Sukhyar Tenaga Ahli Menteri Perindustrian....................SUMBER, KOMPAS, RABU 19 SEPTEMBER 2018, HALAMAN 6

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018