Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PERMOHONAN MAAF KAMI SAMPAIKAN KE SELURUH ANGGOTA PREMIUM JIKA ADA FILE YANG TDK DAPAT DIUNDUH. DIMOHON UNTUK MEMBERITAHUKAN VIA EMAIL KE : emilsalimlibrary@gmail.com DAN KAMI AKAN MENGIRIMKAN FULLTEKS KE EMAIL ANGGOTA -

DANAU SEMBULUH TERCEMAR BERAT

DANAU SEMBULUH TERCEMAR BERAT

DANAU SEMBULUH TERCEMAR BERAT

Danau Sembuluh di Kabupaten Seruyan, danau terbesar di Kalimantan Tengah, mulai tercemar. Ribuan warga yang tinggal di sekitar danau tidak bisa lagi menikmati air dan keindahan danau tersebut. Pencemaran mulai terjadi sejak dibangun pabrik dan dibuatnya perkebunan sawit di sekitar danau.

Alimansyah (52), nelayan Desa Sembuluh I, mengungkapkan, sebelum industri sawit masuk, masyarakat mengambil air danau untuk minum dan masak. Namun, saat ini anak-anak pun enggan mandi atau sekadar berenang di danau. ”Banyak ikan lokal yang mulai hilang di danau itu. Selain itu juga sekarang semakin sulit dapat ikan,” kata Alimansyah di Seruyan, Minggu (2/9/2018).

Danau Sembuluh memiliki luas 7.832,5 hektar dengan panjang 35,68 kilometer. Danau ini sebagai tempat bermuaranya sungai- sungai besar dan kecil, yaitu Kupang, Rungau, Batu Gadur, Ramania, dan banyak sungai kecil lainnya. Di sekitar danau ini terdapat enam desa, yaitu Sembuluh I, Sembuluh II, Bangkal, Tabiku, Lampasa, dan Terawan.

Dari pantauan Kompas, pekan lalu, tampak air danau mulai menghitam dan berminyak. Airnya pun surut. Ada puluhan ikan yang mati mengapung di pinggir danau. Warna hitam biasa terlihat di sungai-sungai di Kalimantan karena kandungan tanin yang tinggi, biasanya karena sungai berada di lahan gambut, tetapi Danau Sembuluh tidak dikelilingi tanah gambut.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tabiku, Ahmad (38), menjelaskan, terdapat 11 perkebunan sawit berskala besar yang mengelilingi danau tersebut. Selain itu, ada dua pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang ada di bagian utara dan timur danau serta beroperasi sejak 2010.

Sebagian besar perkebunan, ujar Ahmad, mulai beroperasi dan membuka lahan di sekitar danau sejak 2004, sebagian lagi sejak 1999. Sejak saat itu juga banyak petani dan nelayan terpaksa bekerja menjadi buruh atau sopir truk di beberapa perusahaan sekitar. Padahal, sampai saat ini pemerintah kabupaten masih menganggap danau itu sebagai destinasi wisata.

”Sejak saya kecil belum pernah kekurangan air, saat kemarau sekalipun. Kini mencari air bersih susah. Selain itu, konflik juga makin banyak antara perusahaan dan warga,” kata Ahmad.

Ditambahkan, banyak kebun masyarakat yang diklaim perusahaan karena masuk dalam kawasan hak guna usaha (HGU) perusahaan. Hal itu memicu konflik. ”Saya sendiri sulit ke kebun karena sudah dibuat jembatan yang memotong jalur sungai sehingga saya harus melewati perkebunan hanya untuk ke kebun. Kebun jadinya tidak terurus,” ucap Ahmad.

Direktur Save Our Borneo (SOB) Safrudin menyatakan, kesejahteraan tidak bisa diukur dengan uang. Banyak warga yang saat ini berpenghasilan tinggi dengan bekerja serabutan di perusahaan atau menjadi buruh harian tetap, tetapi banyak nilai sosial yang hilang.

Tercemarnya Danau Sembuluh karena hutan penyangga yang hilang dikonversi menjadi perkebunan. Penggunaan pestisida dan bahan kimia lain juga mengalir lewat sungai-sungai yang kemudian berkumpul di danau. ”Saat hujan meresap semua bahan kimia perkebunan menuju danau. Banyak dugaan pembuangan limbah langsung ke danau,” ucap Safrudin.

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng Arianto mengaku belum mendapatkan laporan dari warga. ”Tetapi, kami akan konfirmasi ke dinas di kabupaten dan nanti akan saya lihat perusahaan mana yang membuat danau tercemar,” ujar Arianto. (IDO)................SUMBER, KOMPAS, SENIN 3 SEPTEMBER 2018, HALAMAN 18

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018