Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

PENGELOLAAN LINGKUNGAN : PENEGAKAN HUKUM PEMBUANGAN SAMPAH KE LAUT LEMAH

PENGELOLAAN LINGKUNGAN : PENEGAKAN HUKUM PEMBUANGAN SAMPAH KE LAUT LEMAH

PENGELOLAAN LINGKUNGAN : PENEGAKAN HUKUM PEMBUANGAN SAMPAH KE LAUT LEMAH

Meski memiliki seperangkat perundangan dan peraturan  yang mengatur dan melarang pembuangan sampah oleh kapal ke laut, implementasi penegakan hukumnya  belum tampak. Aparat penegak hukum didorong untuk memanfaatkan kewenangannya kepada pelaku kapal pembuang sampah ke laut agar menjadi contoh dan peringatan bagi kapal-kapal lain.

Praktik pembuangan sampah dari kapal ke laut masih sering terjadi. Contoh baru-baru ini, di media sosial beredar tayangan video yang menunjukkan Kapal Motor  Nggapulu membuang sejumlah kantong berisi sampah ke laut. (Kompas, 22/11/2018)

Tindakan tak terpuji kapal yang dikelola oleh PT  Pelni ini menunjukkan kesadaran untuk menyelamatkan laut dari ancaman sampah belum dilaksanakan di lapangan. Padahal, baru-baru ini  Presiden Joko Widodo  menandatangani Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Selain itu, pengelola kapal wajib melaksanakan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim,  serta peraturan internasional Revisi Marpol Annex V (Resolusi MEPC 201 (62)) tentang Prosedur Pembuangan Sampah Kapal. Belum lagi sejumlah perundangan seperti UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU 17/2008 tentang Pelayaran.

“Sepengetahuan kami selama ini belum ada proses hukum bagi kapal yang buang sampah di laut,” kata Moh Abdi Suhufan, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia yang juga Koordinator Destructive Fishing Watch di Jakarta, Kamis (22/11).

Ia mengatakan, peristiwa KM Bukit Raya yang pertengahan Agustus lalu kedapatan membuang sampah di perairan  Tanjung Priok – Natuna  hingga kini tak terdengar penyelesaiannya oleh pemerintah. Pengelola, PT Pelni, mengakui kejadian tersebut dan menyatakan, pelaku  merupakan pekerja alih daya (Kompas, 22/11).

Abdi berharap hal ini tak dianggap sebagai hal biasa. Kepedulian publik sangat dibutuhkan untuk mengadu dan melaporkan kasus seperti ini, seperti laporan warga terkait pembuangan sampah oleh KM Nggapulu.

Komitmen pemerintah ditagih

Ia mendesak komitmen keseriusan pemerintah memerangi sampah juga ditunjukkan dengan penindakan hukum secara tegas dan adil bagi pelaku. Ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran dan efek jera agar tak terulang lagi di masa mendatang.

“Yang menjadi tantangan adalah kemampuan aparat penegak hukum untuk membuktikan kasus seperti ini di pengadilan,” kata Abdi.

Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan  (KKP) berencana mengkaji penyusunan aturan terkait larangan kapal ikan untuk membuang sampah di laut.

Namun Susi mengingatkan, pemerintah pusat tidak mungkin bergerak sendirian untuk mengatasi masalah sampah di laut. Dibutuhkan peran pemerintah daerah dan masyarakat untuk menghentikan pemakaian sampah plastik.

Susi mengatakan, penanganan masalah sampah di laut membutuhkan regulasi, kampanye, maupun aksi. Sejauh ini, KKP telah melakukan sejumlah langkah penanganan sampah di laut, antara lain program bersih pantai, serta pembagian jaring untuk menjaga muara sungai agar sampah dari darat tidak masuk ke laut.

Investigasi dan audit

Terkait kasus KM Nggapulu, Abdi  mendorong Kementerian Perhubungan melakukan investigasi dan audit serius kepada penanggungjawab kapal dan manajemen di Pelni. Kejadian ini, katanya, menunjukkan lemahnya kontrol/manajemen sampah yang dilakukan PT Pelni.

Abdi menyebutkan, UU 17/2008 tentang Pelayaran, pada Pasal 230 menyebutkan “setiap nakhoda atau penanggungjawab unit kegiatan lain di perairan bertanggungjawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan/atau kegiatannya.”

Mengutip Pasal 37 PP Nomor 21/2010, ia menyebutkan “setiap nakhoda di perairan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud alam Pasal 24 ayat (1) huruf a diberikan sanksi administratif berupa pembekuan sertifikat,keahlian pelaut selama 1 (satu) tahun.”

Selain penegakan hukum,  Abdi pun menyarankan kepada Pelni untuk mematuhi dan menjalankan standar operasi prosedur yang telah ada dan memperbaiki manajemen pengelolaan sampah di kapal. Secara teknis, Pelni agar melakukan pencatatan ketat timbulan sampah saat berangkat dari satu titik keberangkatan hingga tiba di pelabuhan tujuan/singgah.

“Harus ada serah terima sampah pada pihak pelabuhan atau pihak ketiga yang independen untuk memudahkan ketelusuran sampah dari kapal-kapal Pelni,” kata dia.

Penanganan sampah di laut ini menjadi perhatian karena selama ini fokus perhatian pemerintah terkesan pada penanganan sampah di daratan. Ini karena studi menunjukkan 80 persen sampah di laut bersumber dari darat. Namun fakta kapal-kapal masih membuang timbulan sampahnya ke laut harus  juga diselesaikan agar penanganan sampah di laut komprehensif.

Pembuangan sampah ke laut ini terjadi beberapa hari sebelum temuan bangkai paus sperma remaja sepanjang 9,5 meter di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pembedahan yang dilakukan otorita Balai Taman Nasional Wakatobi dan Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan serta WWF Indonesia menunjukkan, di dalam saluran pencernaan paus terdapat 5,9 kilogram sampah yang sebagian besar berupa sampah plastik.

Cukai plastik 

Terkait sampah plastik, sejak 6 bulan lalu, Nadia Mulya, runner up Puteri Indonesia 2014, mendorong petisi di www.change.org agar diberlakukan cukai plastik di Indonesia. Sejak temuan kematian paus sperma tersebut, dukungan akan petisi ini mencapai 85.000 orang.

“Sebenarnya wacana soal cukai plastik ini sudah dibahas pemerintah. DPR sudah bahas soal cukai plastik dan berharap bisa diterapkan. Jadi penerapan cukai plastik ini tinggal menunggu ‘restu’ DPR dulu,” kata dia.

Nadia  pun mengatakan, cukai plastik merupakan kebijakan tegas untuk mengurangi plastik. Kebijakan pemerintah masih sangat diperlukan  dalam upaya preventif ini karena contoh uji coba kebijakan kantong plastik berbayar di sejumlah kota di Indonesia beberapa waktu lalu terbukti menurunkan konsumsi 55 persen kantong plastik.

Nadia mengutip data earthday.org, penerapan cukai plastik sukses menurunkan konsumsi plastik di beberapa negara. Di Washington DC, cukai plastik sebesar 0,05 dollar AS sejak tahun 2009, membuat konsumsi plastik berkurang 85 persen dan di Inggris, penerapan cukai plastik sebesar 5 peni sejak tahun 2015, menurunkan penggunaan plastik hingga 80 persen.

Koordinator Nasional Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Rahyang Nusantara mengatakan, rencana penerapan cukai plastik – khususnya pada kantong plastik – akan mengurangi polusi plastik di lingkungan, termasuk lautan. Inisiatif ini pun disambut baik karena mendukung pengurangan konsumsi plastik di hilir.....................SUMBER, KOMPAS, JUMAT 23 NOPEMBER 2018, HALAMAN 1

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018