Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

TAMBANG ILEGAL : PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DIBERANTAS

TAMBANG ILEGAL : PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DIBERANTAS

TAMBANG ILEGAL : PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DIBERANTAS

Penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kalimantan Tengah dinilai sudah mengkhawatirkan. Sejumlah kawasan sungai dan hutan di Kalimantan Tengah rusak. Oleh karena itu, Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah menggelar Operasi Peti Telabang 2018.

”PETI tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga berpengaruh terhadap pemborosan sumber daya alam yang terbarukan,” kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Tengah Komisaris Besar Dedi Prasetyo.

Operasi Peti Telabang 2018 akan dilaksanakan selama 25 hari sejak Senin (14/5/2018) sampai 7 Juni 2018. Selama operasi, 14 kepolisian resor di seluruh Kalimantan Tengah akan menyisir wilayah masing-masing untuk mengawasi dan menindak operasi PETI.

”Latihan sudah dilaksanakan saat pra-pelaksanaan operasi PETI supaya sinergi anggota bisa lebih baik dan hasilnya maksimal,” ujar Dedi.

Berdasarkan pantauan, dalam tiga bulan terakhir, penambangan ilegal masih marak terjadi di sekitar sungai, seperti Sungai Rungan, anak Sungai Kahayan, Kota Palangkaraya. Di wilayah tersebut, belasan kato angkat atau alat isap pasir yang digunakan petambang bertebaran di sisi sungai.

Kato angkat berfungsi untuk mengisap pasir dari dasar sungai. Lalu ada sluices box atau istilah lokal kasbuk, yakni alat pemisah emas dengan material lain yang diisap dari dasar sungai.

Di dalam kasbuk terdapat karpet, tempat emas dan zirkon akan menempel. Zat sianida atau merkuri kerap digunakan untuk mengikat emas dan zirkon agar menempel di karpet.

Kerusakan lingkungan

Kerusakan lingkungan karena PETI berdampak pada kehidupan manusia. Seperti yang dialami warga Desa Sungai Sekonyer, Kotawaringin Barat. Selama 20 tahun belakangan, warga terpaksa menampung air hujan untuk konsumsi sehari-hari.

Hal tersebut terjadi sejak ada penambangan di hulu Sungai Sekonyer yang membuat air sungai dan tanah tercemar merkuri.

Kepala Desa Sungai Sekonyer Suriansyah mengatakan, sumur yang dibuat warga juga tercemar. Saat ini, penambangan liar di wilayah tersebut sudah surut seiring dengan habisnya cadangan emas. Namun, dampak terhadap lingkungan masih dirasakan warga.

”Pertambangan di sana ada sejak tahun 1980-an. Terakhir saya lihat mereka menambang tahun 2016. Sekarang sudah tidak ada,” kata Suriansyah.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan Balai Taman Nasional Tanjung Puting pada 19 April 2016 menunjukkan, Sungai Sekonyer mengandung merkuri. Contoh air diambil dari tiga titik di sungai tersebut, yakni di daerah Cemantan, Lubang Hantu atau Aspai, dan Tebing Tinggi. Setiap contoh diambil sebanyak 2 liter air.

Hasilnya, kandungan merkuri atau air raksa (Hg) di daerah Cemantan 0,0016 miligram per liter (mg/l). Derajat keasaman (pH) air di Cemantan memiliki 4,97. Di Tebing Tinggi, kadar Hg 0,0016 mg/l dan pH air 5,14. Sedangkan di Lubang Hantu, kandungan air raksa 0,0594 mg/l dan pH air 5,08.

Menurut Balai Taman Nasional Tanjung Puting, tiga contoh air itu mengandung merkuri melebihi ambang batas. Dengan demikian, air tidak layak untuk dikonsumsi.

Selain air raksa, contoh air Sungai Sekonyer juga mengindikasikan beberapa kandungan zat kimia lain, hanya saja belum melampaui batas maksimum yang dapat ditoleransi. Di antaranya arsen (As), klorida (Cl), kromium (Cr), kadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), nikel (Ni), dan tembaga (Cu).

”Pertambangan dalam bentuk apa pun pasti merusak. Kami sedih karena kami hanya mendapatkan dampaknya. Tidak ada warga di sini yang menambang. Yang menambang di sana orang dari luar daerah semua,” kata Suriansyah. (IDO)....................SUMBER, KOMPAS, JUMAT 18 MEI 2018, HALAMAN 22

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018