Perpustakaan Emil Salim

Sekertariat Jenderal
Pusat Data dan Informasi
Bidang Pengelolaan Informasi

Perpustakaan

JURUS MENGATASI TUMPAHAN MINYAK

JURUS MENGATASI TUMPAHAN MINYAK

JURUS MENGATASI TUMPAHAN MINYAK

Kualitas lingkungan perairan Indonesia terus menurun, bukan hanya karena pencemaran sampah tetapi juga karena tumpahan minyak. Tumpahan minyak umumnya terjadi akibat kecelakaan kapal tanker di  Alur Lintas Kepulauan Indonesia, antara lain di Selat Malaka yang dilewati lebih 250 kapal per hari, Selat Makassar, Selat Lombok, dan Laut Jawa.

Pengeboran lepas pantai juga berpotensi mencemari laut. Saat ini ada sekitar  500 anjungan minyak lepas pantai di Indonesia. Kasus semburan minyak antara lain terjadi di sumur lepas pantai Montara di Celah Timor Australia pada  2009. Akibat musibah ini 40 juta liter minyak mencemari perairan sekitar Pulau Timor dan Pulau Alor hingga menimbulkan  kerugian Rp 247 miliar bagi Indonesia.

Sumber tumpahan minyak lainnya adalah akibat kebocoran jaringan pipa minyak bawah laut yang total panjangnya  lebih dari 7.000 kilometer. Salah satunya yang terjadi awal April di perairan Balikpapan. Cemarannya meluas ke kawasan perairan seluas 20.000 hektar.

Berbagai kasus tumpahan minyak itu  mengakibatkan kerugian ekologi. Minyak bumi yang merupakan campuran hidrokarbon dan unsur lain, membentuk lebih dari 17.000 senyawa kimia, antara lain  senyawa hidrokarbon aromatik yang umumnya bersifat toksik atau beracun, karsinogenik, dan mutagenik.

Di pesisir, senyawa ini mengancam kehidupan satwa atau biota di hutan mangrove, yang terutama dihuni berbagai jenis ikan dan udang. Kerugian ekonomi dan sosial pun akan ditanggung nelayan yang kehilangan mata pencahariannya.

Pipa ini akan dipasang memagari tumpahan minyak. Tumpahan yang terkurung itu kemudian dipompa dengan alat skimmer untuk dipindahkan ke dalam tangki di kapal khusus.

Ada beberapa penanganan berikutnya, yaitu membakar di insinerator, mendaur ulang atau menyuntik minyak itu ke sumur dalam. Hal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Environmental Protection Agency (EPA).

Penanggulangan secara mekanis terus dikembangkan untuk kasus tumpahan minyak akibat semburan sumur minyak di dasar laut. Cara konvensional menggunakan relief well, yaitu melakukan pengeboran menyamping menuju sumur untuk menutupnya dengan bahan semen tertentu. Teknologi  ini sudah diterapkan pada puluhan sumur minyak di Indonesia, tetapi umumnya untuk  semburan minyaknya yang terjadi di darat dan pesisir.

Adapun cara modern untuk menutup mulut sumur adalah  menggunakan kapal selam robot dan membangun kubah raksasa penjebak minyak. Penanganan yang canggih ini diterapkan saat pencemaran minyak di Teluk Meksiko pada 22 April 2010.

Cara kimiawi

 

Sorben ada yang menggunakan bahan alam (baik organik maupun anorganik) serta bahan sintetis. Bahan organik yang banyak digunakan meliputi kapas, jerami, rumput kering, dan serbuk gergaji.

Belakangan ini tim peneliti dari Marine Region V Shipping Pertamina Bali bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada  2016 memanfaatkan kulit durian (kuldur). Pada kulit durian  terkandung pektin yang dapat menggumpalkan minyak. Sedangkan selulosanya yang mencakup 60 persen bobot kulit durian untuk menyerap dan mengikatnya.

Sebelum diterapkan kulit durian  dikeringkan, diblender, lalu dicetak membentuk papan segi empat. Alternatif ini  menghemat biaya 71,7 persen dibanding cara konvensional.

“Daya serapnya pun lebih baik daripada sorben yang digunakan saat ini,” kata  Chairul Danny, ketua tim peneliti. Sorben kuldur ini  dalam proses perolehan paten.

Adapun bahan anorganik berupa lempung, pasir, dan vermiculite yaitu bahan mineral silika yang telah dipanasi dalam suhu tinggi. Selain itu dibuat sorben dari bahan sintetis, meliputi busa poliuretan, polietilen, polipropilen, dan serat nilon. Sorben ini berfungsi mengubah minyak dari fasa cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan.

“Dispersan merupakan bahan kimia yang terdiri dari zat aktif disebut surfaktan (surface active agents),” kata Iwan Ratman, ahli migas dan Ketua Dewan Pembina Komunitas Migas Indonesia.

Bioremediasi

Selain secara kimiawi, penanggulangan tumpahan minyak juga dilakukan secara biologis, yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk melumat minyak. Proses pembersihan lingkungan dari cemaran ini disebut bioremediasi.  Untuk meningkatkan kerja mikroba mengurai polutan dilakukan penambahan oksigen dan nutrisi, antara lain berupa pupuk nitrogen.

Bioremediasi ini antara lain diperkenalkan Jorg Rethmeier dari Universitas Bremen Jerman. Dalam penggunaannya, jasad renik ini dicampur dengan media tertentu lalu dibungkus dalam kantung kain. Ketika kantung  dicelupkan dalam tumpahan minyak, mikro-organisme didalamnya akan memakannya.

Penelitian bioremediasi juga dilakukan Yopi Sunarya dan timnya dari Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Tim ini mencari  komunitas mikroba dari perairan di Indonesia.

Dalam penelitian berhasil diidentifikasi mikroorganisme yang mampu sebagai pendegradasi minyak mentah, yaitu dari spesies bakteri Acinetobacter calcoaceticus, Pseudomonas, Marinobacter hydrocarbonoclasticus, dan Alcanivorax borkumensis. Selain itu juga ada kelompok jenis Flavobacterium, Microccus, Arthrobacter, Corynobacterium, Achromobacter, Rhodococcus, Alcaligenes, Mycobacterium, Bacilus, Aspergilus, Mucor, Fusarium, Penicillium, Rhodotorula, Candida, dan Sporobolomycetes.

Dalam penelitian ini LIPI bekerja sama dengan National Institute Technology and Evaluation (NITE) Jepang, sejak  2006.  Hasil penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsorsium mikroba yang dapat bekerja optimal di lingkungan perairan tropis. Selama ini bioremediasi untuk tumpahan minyak menggunakan mikroba dari kawasan subtropis.....................SUMBER, KOMPAS, SENIN 9 APRIL 2018, HALAMAN 14

Copyright © Perpustakaan Emil Salim 2018